Makna Keberkahan Dan Cara Mendapatkannya
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr
Salah satu harapan yang mulia dan berharga yang diharapkan oleh setiap Muslim untuk dirinya, keluarganya, anak-anaknya, hartanya, dan saudara-saudaranya sesama Muslim adalah mengharapkan keberkahan.
Keberkahan adalah perkara yang agung dan luhur. Dan setiap orang mengharapkan agar keberkahan datang kepadanya, sehingga ia bahagia di dunia dan akhiratnya. Serta menikmati kehidupannya dan masa depannya, dan saat bertemu dengan Rabb-nya.
Keberkahan adalah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Karena segala urusan berada di tangan Allah. Sebagaimana firman-Nya,
مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Apa saja rahmat yang dibukakan Allah kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya, maka tidak ada yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Fathir: 1).
Dia-lah, Allah, yang memberikan keberkahan kepada siapa yang Dia kehendaki. Sebagaimana yang Allah sebutkan tentang Nabi Isa ‘alaihis-salam,
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ
“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada” (QS. Maryam: 31).
Keberkahan hanya bisa didapatkan dengan ketaatan kepada-Nya, mengikuti keridhaan-Nya, dan menjauhi maksiat-Nya, Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raf: 96).
Dengan dua hal ini (yaitu iman dan takwa), keberkahan bisa diperoleh. Maka, seorang hamba tidak akan mendapatkan keberkahan kecuali dengan imannya yang benar kepada Allah, terutama keimanan dalam pokok-pokok iman: iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik maupun buruk. Semakin hati seseorang dipenuhi dengan iman yang sempurna, keberkahan akan turun sebagai anugerah dari Allah sesuai dengan kadar iman tersebut.
Dan keberkahan juga didapatkan dengan ketakwaan kepada Allah. Yakni menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Karena takwa bukan hanya sekadar ucapan di lisan atau pengakuan belaka. Namun hakekat dari takwa adalah melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan cahaya dari Allah (yaitu dengan ilmu) karena mengharap pahala dari-Nya, serta meninggalkan maksiat kepada Allah dengan cahaya dari Allah (yaitu dengan ilmu) karena takut akan azab-Nya.
Barang siapa yang menginginkan keberkahan bagi dirinya, keluarganya, rumahnya, hartanya, dan anak-anaknya, hendaknya ia mendekatkan diri kepada Allah dengan beribadah dan menaati-Nya. Hendaknya ia memperbanyak zikir kepada-Nya, memuji-Nya, bertasbih, membaca Al Qur’an, menjaga shalat, serta melakukan berbagai ketaatan lainnya. Seperti berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada sesama, memmakan yang halal, menjauhi yang haram, menghindari dosa, dan menjauh dari segala sesuatu yang mendatangkan kemurkaan Allah.
Dan maksiat adalah penghilang keberkahan. Allah ta’ala berfirman,
يَمْحَقُ اللَّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS. Al-Baqarah: 276).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang orang yang bermudahan sumpah dalam transaksi jual beli:
مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ، مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
“Ia (yaitu sumpah palsu) melariskan barang dagangan tetapi menghapus keberkahan” (HR. Al Bukhari no.2087).
Maka keberkahan hilang karena dusta, penipuan, kecurangan, tipu daya, dan manipulasi. Sementara keberkahan diperoleh melalui kejujuran, kesetiaan, berbuat baik, berakhlak mulia, serta perkataan yang baik.
Di antara hal yang mendatangkan keberkahan adalah memanfaatkan waktu pagi. Karena waktu pagi itu penuh berkah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
بُورِكَ لأُمَّتي في بُكورِها
“Keberkahan ada pada waktu pagi bagi umatku” (HR. Ath Thabarani [12/229], dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.2841).
Dan sabdanya:
لو توكلتم على اللهِ حقَّ توكُّلِه لرزقكم كما تُرْزَقُ الطيرُ تَغْدُوا خِماصًا وتَرُوحُ بِطانًا
“Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung, yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. At Tirmidzi no.2344, Ibnu Majah no.3377, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Maka bangun pagi, berusaha keras dalam bekerja di waktu pagi, dan bertawakkal kepada Allah adalah di antara sebab-sebab untuk memperoleh keberkahan dari Allah.
Dan salah satu sebab terbesar untuk mendapatkan keberkahan adalah doa yang tulus kepada Allah, yang keberkahan ada di tangan-Nya. Allah tidak akan menolak seorang hamba yang berdoa kepada-Nya dengan tulus dan Allah tidak akan mengecewakan orang mukmin yang memohon kepada-Nya. Di antara doa yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah:
اللهم بارِكْ لنا في أسماعِنا وأبصارِنا وقلوبِنا وأزواجِنا وذُرِّيَّاتِنا
“Ya Allah, berkahilah pendengaran kami, penglihatan kami, hati kami, pasangan kami, dan keturunan kami” (HR. Abu Daud, no.939, didhaifkan oleh Al Albani dalam Dha’if Sunan Abu Daud).
Allah juga telah menetapkan keberkahan di waktu-waktu dan tempat-tempat tertentu. Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, dan malam Lailatul Qadr adalah malam yang paling diberkahi. Masjidil Haram adalah tempat yang penuh berkah, dan Allah berfirman tentang Masjidil Aqsa:
الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
“Yang telah Kami berkahi sekelilingnya” (QS. Al-Isra: 1).
Dan secara umum, masjid-masjid adalah tempat-tempat yang diberkahi dan merupakan tempat yang paling Allah cintai. Namun, keberkahan di waktu-waktu dan tempat-tempat yang mulia ini hanya bisa diperoleh dengan ketaatan kepada Allah serta menjalankan perintah-Nya sesuai dengan syariat-Nya dan petunjuk Rasul-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam.
Namun, ketika ilmu agama hilang, dan kebodohan merajalela di tengah masyarakat, mereka kehilangan pemahaman yang benar tentang cara memperoleh keberkahan. Kemudian perkaranya berubah menjadi praktik-praktik yang keliru dan perilaku jahiliyah yang dilakukan oleh sebagian orang dengan anggapan bahwa hal tersebut bisa mendatangkan keberkahan. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam “Jami’-nya” dan dinyatakan sahih dari Abu Waqqad al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حنين ونحن حدثاء عهد بكفر فمررنا على سِدرة للمشركين – أي شجرة – يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم – أي يعلقون أسلحتهم – فقلنا: يا رسول الله اجعل لنا ذاتَ أنواط كما لهم ذاتُ أنواط فقال صلى الله عليه وسلم: الله أكبر – وفي رواية قال: سبحان الله – قلتم والذي نفسي بيده كما قال بنو إسرائيل لموسى: {اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ} [ الأعراف: 138 ] لتركبنّ سنناً من كان قبلكم
“Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ke Hunain, dan kami baru saja masuk Islam. Kami melewati sebuah pohon milik orang musyrikin yang mereka gunakan untuk beri’tikaf, dan mereka menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon tersebut. Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami dzatu anwath seperti yang dimiliki oleh orang-orang musyrikin’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allahu Akbar! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian telah mengatakan perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Nabi Musa: “Buatkanlah untuk kami sesembahan seperti mereka memiliki sesembahan” (QS. Al-A’raf: 138). Sungguh kalian kelak pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian” (HR. At Tirmidzi no.2180, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Marilah kita renungkan hadits yang agung ini yang menjelaskan tentang perilaku buruk yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah terkait dengan tempat-tempat yang mereka yakini sebagai sumber keberkahan. Mereka menggantungkan senjata pada pohon tersebut dan beri’tikaf di sana dalam waktu yang lama dengan harapan mendapatkan keberkahan. Mereka terjebak dalam tiga kesalahan besar dalam masalah keberkahan dan mencari keberkahan:
Pertama: Mereka mengagungkan pohon tersebut dengan pengagungan yang tidak layak diberikan kecuali kepada Allah.
Kedua: Mereka beri’tikaf di sekitar pohon tersebut dengan harapan mendapat keberkahan darinya.
Ketiga: Mereka menggantungkan senjata-senjata mereka pada pohon tersebut agar memperoleh keberkahan.
Kesalahan-kesalahan ini muncul ketika seseorang berada dalam kejahilan yang mendalam dan kesesatan yang nyata. Inilah sebabnya mengapa Abu Waqqad al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu meminta udzur dengan berkata: “Kami baru saja masuk Islam”. Artinya, kami belum memahami rincian agama Islam dan hukum-hukumnya. Inilah sebabnya kami meminta kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam apa yang kami minta. Namun, seseorang yang telah memahami tauhid dengan sempurna, mengenal semua aspeknya dengan baik, serta mengetahui sebab-sebab syirik dan jalannya, tidak akan meminta hal semacam itu.
Dari sini kita mengetahui bahwa keberkahan hanya datang dari Allah, dan hanya bisa diperoleh dengan ketaatan kepada-Nya dan berpegang teguh pada syariat-Nya. Bukan dengan pergi ke tempat-tempat tertentu, berdiam di sana, mengusap-ngusapnya, atau mengambil tanahnya, atau praktik-praktik jahiliyah lainnya yang bukan merupakan sebab keberkahan. Melainkan justru sebab hilangnya keberkahan karena perbuatan syirik kepada Allah, yang merupakan dosa terbesar dan paling berbahaya serta paling buruk.
Kita memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang paling indah dan sifat-sifat-Nya yang paling mulia, agar Allah memberkahi pendengaran, penglihatan, pasangan, dan keturunan kita. Dan agar Allah melindungi kita dari sebab-sebab hilangnya keberkahan. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar doa, dan Dia-lah yang layak untuk digantungkan harapan. Cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.
وصلى الله وسلم على نبيِّنا محمّد وعلى آله وأصحابه أجمعين
Sumber: https://al-badr.net/muqolat/2502
@fawaid_kangaswad