Fikih Hadiah (2) : Memberi Dan Menerima Hadiah Orang Kafir
– Asy Syaikh Al Muhaddits Musthafa al ‘Adawi hafizhahullah –
Menerima hadiah dari orang kafir
Inti dari permasalahan ini adalah selama pemberian tersebut bukan risywah (sogokan) untuk memalingkan seseorang dari agamanya atau untuk menerima suatu kebatilan, maka dibolehkan. Dan Nabi kita Shallallahu’alaihi Wasallam menerima hadiah dari orang musyrik.
Dalam hadis sahih dari Abu Hamid As-Sa’idi radhiallahu’anhu berkata:
غزونا مع النبي صلى الله عليه وسلم تبوك ، وأهدى ملك أيلة للنبي صلى الله عليه وسلم بغلة بيضاء وكساه بردا
“Kami pernah berperang bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Tabuk. Dan Raja Ailah ketika itu memberikan hadiah kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berupa seekor bighal putih dan juga memakaikan beliau kain burdah” (HR. Al Bukhari no. 3161 dan Muslim no.1392).
Dalam Shahihain, dari hadis Anas bin Malik radhiallahu’anhu, juga disebutkan,
أن يهودية أتت النبي صلى الله عليه وسلم بشاة مسمومة فأكل منها
“Bahwa seorang wanita Yahudi datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dengan membawa daging kambing yang telah diracuni, lalu beliau memakannya” (HR. Bukhari no.2617 dan Muslim no.2190).
وأهدي أكيدر دومة الجندل إلى النبي صلى الله عليه وسلم حلة
“Ukaidir dari Daumatul Jandal memberikan hadiah berupa pakaian kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq, no.2616 dan Muslim secara muttasil dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu).
Lihatlah biografi Mariyah radhiallahu’anha (ibu dari Ibrahim dan istri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ) dalam kitab Al-Iṣhabah. Di sana disebutkan bahwa Al-Muqauqis memberikan Mariyah sebagai hadiah kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam .
Selain itu, ketika Nabi Ibrahim al-Khalil ‘alaihissalam, bersama istrinya, Sarah, bertemu dengan raja kafir yang zalim. Allah melindungi Sarah dan menghentikan raja tersebut. Lalu raja tersebut memberi Sarah hamba sahaya bernama Hajar. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
هَاجَرَ إبْرَاهِيمُ بسَارَةَ، فأعْطَوْهَا آجَرَ، فَرَجَعَتْ، فَقالَتْ: أشَعَرْتَ أنَّ اللَّهَ كَبَتَ الكَافِرَ وأَخْدَمَ ولِيدَةً
“Ibrahim ‘alaihissalam membawa Sarah dan dia diberi Hajar. Sarah pun kembali dan berkata, “Apakah kamu tahu bahwa Allah menghinakan orang kafir itu dan memberikanku seorang pelayan?” (HR. Al Bukhari no. 2635).
Hadis ini diriwayatkan dalam beberapa tempat lainnya dalam kitab sahih.
Memberikan hadiah kepada orang kafir
Memberikan hadiah kepada orang musyrik juga diperbolehkan. Allah ta’ala berfirman:
لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم إن الله يحب المقسطين إنما ينهاكم الله عن الذين قاتلوكم في الدين وأخرجوكم من دياركم وظاهروا على إخراجكم أن تولوهم ومن يتولهم فأولئك هم الظالمون
“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai sekutu orang-orang yang memerangimu karena agama, yang mengusirmu dari negerimu, dan yang membantu dalam pengusiran itu. Siapa pun yang menjadikan mereka sekutu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari hadis Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu’anha, ia berkata:
قدمت علي أمي وهي مشركة في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فاستفتيت رسول الله صلى الله عليه وسلم قلت : إن أمي قدمت وهي راغبة أفأصل أمي ؟ قال : ( نعم صلي أمك )
“Ibuku datang menemuiku ketika ia masih musyrik, di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu aku datang meminta fatwa dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku berkata: “Wahai Rasulullah, Ibuku datang dalam keadaan ingin berhubungan baik denganku, apakah aku boleh menyambung hubungan silaturahmi dengannya?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ya, sambunglah hubungan silaturahmi dengan ibumu!” (HR. Al Bukhari no. 2620 dan 5978, di sana Ibnu ‘Uyainah berkata: setelah itu turunlah ayat (yang artinya): ‘Allah tidak melarang kamu berbuat baik…’. [QS. Al-Mumtahanah: 8-9]. Juga diriwayatkan oleh Muslim [3/41]).
Kemudian, Umar bin Khathab radhiallahu’anhu pernah memberikan pakaian kepada saudara laki-lakinya yang masih musyrik di Makkah sebelum saudaranya masuk Islam (HR. Al Bukhari no. 2619).
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1943), Abu Dawud (5152), dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (105), dengan sanad yang sahih dari Mujahid,
أن عبد الله بن عمرو ذبت له شاة في أهله فلما جاء قال : أهديتم لجارنا اليهودي ؟ أهديتم لجارنا اليهودي ؟ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ( ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه
Bahwa Abdullah bin ‘Amr memotong seekor kambing di rumahnya. Ketika ia datang, ia bertanya, “Apakah kalian sudah memberikan sebagian kepada tetangga Yahudi kita? Apakah kalian sudah memberikan kepada tetangga Yahudi kita? Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga. Sampai-sampai aku mengira bahwa tetangga akan mendapatkan hak waris’”.
Ini semua adalah dalil-dalil yang menunjukkan bolehnya memberikan hadiah kepada tetangga. Namun dengan catatan, jika orang kafir dapat menggunakan hadiah tersebut untuk memperkuat dirinya dalam memusuhi dan menyakiti kaum Muslimin, atau untuk melawan kaum Muslimin dengan kekuatan dan kesombongan, maka tidak boleh memberinya hadiah.
—
Dari kitab Fiqhil Mu’amalat Baynal Mukminin wal Mukminat karya Syaikh Musthafa al ‘Adawi hafizhahullah.
@fawaid_kangaswad