Adab-Adab Dalam Berdoa
Pertama, berdoa wajib kepada hanya kepada Allah ta’ala semata.
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami (ber-isti’anah) memohon pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5).
Berdoa kepada selain Allah adalah syirik akbar. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu berdoa kepada apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim” (QS. Yunus: 106).
Ath Thabari rahimahullah menjelaskan:
فإنك إذًا من الظالمين } يقول: من المشركين بالله، الظالمي أنفُسِهم}
“[maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim] maksudnya: engkau termasuk orang yang musyrik kepada Allah dan zalim kepada diri sendiri” (Tafsir Ath Thabari, 15/218).
Oleh karena itu berdoa kepada selain Allah merupakan salah satu kesesatan yang paling besar. Allah ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّـهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berdoa kepada selain Allah, padahal mereka tidak dapat mengabulkan doa sampai hari kiamat, dan mereka tidak mengetahui doa dari para penyembahnya. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka” (QS. Al Ahqaf: 5-6).
Kedua, boleh meminta orang shalih yang masih hidup untuk mendoakan.
Karena ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan. Allah ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan janganlah saling tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah: 2).
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum seseorang mengatakan kepada sesama Muslim: “tolong doakan saya ya!”. Beliau menjawab: “Hal itu tidak mengapa. Terlebih lagi jika yang diminta doanya adalah orang yang shalih. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berwasiat kepada para sahabatnya untuk minta kepada Uwais Al Qarni agar ia mendoakan ampunan bagi mereka. Padahal Uwais Al Qarni lebih ada di bawah para sahabat Nabi dari sisi keutamaannya” (Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin, 18/61).
Sebagaimana perbuatan para sahabat Nabi yang meminta doa kepada paman Nabi, yaitu Al Abbas bin Abdil Muthalib radhiallahu’anhu, sepeninggal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Disebutkan dalam riwayat yang shahih:
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَقَالَ: اللّٰهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا. قَالَ: فَيُسْقَوْنَ.
“Apabila terjadi kekeringan, Umar bin Khathab radhiallahu’anhu memohon turun hujan dengan meminta doanya Abbas bin Abdul Muthallib. Umar berkata: “Ya Allah, dahulu kami biasa bertawasul kepada-Mu dengan doa Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami. Sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan doa paman Nabi kami. Oleh karena itu, turunkanlah hujan kepada kami”. Perawi hadits berkata: ”Kemudian mereka pun diturunkan hujan“. (HR. Bukhari no.1010).
Hadits ini juga menunjukkan bahwa meminta doanya orang shalih disyaratkan orang shalih tersebut masih hidup. Dan tidak boleh meminta doa kepada orang yang shalih yang sudah meninggal. Andaikan dibolehkan tentu para sahabat Nabi akan datang ke kubur Nabi meminta doa beliau, bukan datang kepada Al Abbas radhiallahu’anhu.
Ketiga, memanjatkan doa berupa kebaikan, tidak boleh mendoakan keburukan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah yang tidak mengandung dosa dan memutus silaturahmi, melainkan Allah akan beri padanya salah satu dari tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan sesuai dengan doanya, [2] Allah akan menyimpan pengabulannya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan dirinya dari kejelekan yang semisal (dengan permintaannya).” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.” (HR. Ahmad no. 11133, disahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no.1633)
Keempat, menghindarkan diri dari makanan dan harta haram, agar doa tidak terhalangi pengabulannya. Karena makanan dan minuman yang haram menjadi sebab tertolaknya doa.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dan Dia tidak akan menerima melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.’” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya?” (HR. Muslim no.1015).
Kelima, tidak tergesa-gesa dalam berdoa.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِى
“Akan dikabulkan (doa) kalian selama tidak tergesa-gesa. Dia mengatakan: Saya telah berdoa, namun belum saja dikabulkan.” (HR. Al Bukhari no.6340 dan Muslim no.2735).
Keenam, berdoa penuh dengan keyakinan.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادعوا اللهَ وأنتم مُوقِنونَ بالإجابةِ واعلموا أنَّ اللهَ لا يستجيبُ دعاءً من قلبٍ لاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin doa akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan lengah (dalam doanya)” (HR. At Tirmidzi no.3479 dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Ketujuh, memulai doa dengan shalawat dan memuji nama Allah.
Dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا صلَّى أحدُكم فليبدَأْ بتحميدِ ربِّهِ والثَّناءِ علَيهِ، ثمَّ يصلِّي علَى النَّبيِّ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ، ثمَّ يدعو بعدُ بما شاءَ
“Apabila seseorang berdoa, hendaknya ia memulai dengan memuji dan mengagungkan nama Allah. Kemudian hendaknya bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya” (HR. Abu Daud no. 1481, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Kedelapan, berdoa di waktu-waktu yang mustajab.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَنزِلُ اللهُ تبارك وتعالى حين يبقى ثُلُثُ الليلِ الآخِرُ كلَّ ليلةٍ إلى السماءِ الدنيا فيقولُ من يسألُني فأُعطيَه من يدعوني فأستجيبَ له من يستغفرُني فأغفرَ له
“Allah turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan, siapa yang meminta-Ku, Aku beri, dan siapa yang minta ampunan pasti Aku ampuni.” (HR. Al Bukhari no.1145 dan Muslim no.758).
Kesembilan, mengangkat tangan ketika berdoa.
Dari Salman Al Farisi radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud no.1488, At Tirmidzi no.3556, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.2070).
Kesepuluh, mempersering doa, merengek dan memelas kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُم فَلْيُكثِر ، فَإِنَّمَا يَسأَلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Barangsiapa yang mengangankan sesuatu (kepada Allah), maka perbanyaklah angan-angan tersebut. Karena ia sedang meminta kepada Allah Azza wa Jalla” (HR. Ibnu Hibban no. 889, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 437).
Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha juga mengatakan:
سَلُوا اللَّهَ كُلَّ شَيءٍ حَتَّى الشِّسعَ
“Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/42, Al Albani berkata: “mauquf jayyid” dalam Silsilah Adh Dha’ifah no. 1363).
Wallahu a’lam.
@fawaid_kangaswad